Rss Feed
  1. Thousand Cranes (Penguin Modern Classics)Thousand Cranes by Yasunari Kawabata
    My rating: 3 of 5 stars

    Judul: Thousand Cranes
    Penulis: Yasunari Kawabata
    Penerbit: Penguin Books
    Halaman: 112 halaman
    Terbitan: 2011

    Novel ini dibuka dengan Kikuji, seorang pria muda, yang datang menghadiri upacara minum teh yang diadakan oleh Chikako, seorang wanita yang pernah menjadi simpanan ayahnya. Di acara itu jugalah dia bertemu tiga orang wanita lainnya. Mrs. Ota, yang juga pernah menjadi simpanan ayah Kikuji. Fumiko, anak Mrs. Ota. Serta Miss Inamura, si gadis dengan kain pembungkus bercorak seribu bangau dan gadis yang Mrs. Ota usahakan perjodohannya dengan Kikuji.

    Dari titik itulah kehidupan Kikuji berubah 180 derajat. Kikuji memasuki sebuah dunia lain yang lebih gelap. Sebuah dunia dengan cinta yang tidak seharusnya, rasa bersalah, dosa masa lalu, dan kematian. Semuanya terbalut dalam ritual upacara minum teh.

    Review

    Kenapa, oh, kenapa saya mengambil buku yang menang penghargaan Nobel untuk lomba review bulanan Serapium? Kenapa saya mengambil buku yang sering dijadikan bahasan dalam kancah perliteraturan level universitas seperti ini? Eh tapi, temanya 1001 Buku yang Harus Dibaca Sebelum Mati sih. Bagaimanapun pasti buku-buku "berat" yah.

    Secara karakter sebenarnya novel ini tidak bisa digolongkan berat. Kikuji contohnya. Dia adalah seorang pria dengan ayah yang terkenal akan kesukaannya dalam upacara minum teh, tetapi Kikuji sama sekali tidak memiliki ketetertarikan di bidang itu. Bahkan dia berniat menjual perangkat minum teh ayahnya (beberapa di antaranya adalah barang hasil karya seniman terkenal). Kikuji tipikal seorang "generasi baru" di era pasca Perang Dunia II di Jepang yang tidak begitu tertarik akan kebudayaan "lama" Jepang (apalagi setelah kekalahan Jepang pada PD II). Kalau membaca beberapa novel karya penulis Jepang lainnya yang terbit pada era yang sama, apatisme seperti ini pasti terasa pada karakternya.

    Karakter lain seperti Fumiko dan ibunya yang bersifat pasif-agresif atau Chikako yang digambarkan sebagai "seorang wanita beracun" juga terlihat seolah-olah tidak terlalu kompleks.

    Dari segi cerita juga begitu. Tidak terlihat begitu njelimet. Secara garis besar sih begini:
    Kikuji menghadiri undangan Chikako -> Ketemu Fumiko, emaknya, sama cewek cakep yang dijodohin ke dia -> entah kesambet apa bisa punya affair sama emaknya Fumiko -> karena suatu alasan emaknya Fumiko meninggal -> ngegalau karena kematian emak Fumiko dan karena diam-diam punya rasa sama anaknya -> tambah galau karena digangguin Chikako yang cerewet dan ikut campur dalam kehidupannya Kikuji.

    Terus apa dong yang bikin novel ini membuat Yasunari Kawabata sebagai penerima Nobel Sastra pertama dari Asia? Kalau kubilang sih kompleksitas yang tersembunyi di balik seluruh kesederhanaan itu.

    Semakin diperhatikan, ada semakin banyak simbol yang ingin ditunjukkan novel ini. Seperti pepatah "buah jatuh tak jauh dari pohonnya", begitu pula Kikuji yang, sama seperti ayahnya dulu, jatuh cinta pada Mrs. Ota. Dua-duanya jelas bukan jenis cinta yang "biasa". Dalam artian: ayah Kikuji jatuh cinta pada seorang wanita lain padahal dia sudah menikah dan Kikuji jatuh cinta pada wanita yang sama, padahal wanita itu jauh lebih tua darinya.

    Selain itu ada pula unsur persilangan antara yang lama dengan yang baru. Bukan hanya soal Kikuji yang tidak tertarik pada upacara minum teh, tapi juga perasaan cinta Kikuji pada Fumiko. Hal ini terlihat dari Fumiko yang sebenarnya merupakan tipikal gadis ideal/calon istri idaman pada masa itu (cantik, lembut, sopan, agak pasif), tipe yang akan dipilih oleh seorang pria Jepang sebagai pasangan hidup, tapi kemudian Kikuji malah kebingungan akan perasaannya sendiri. Separuhnya karena rasa cintanya pada ibu Fumiko, apalagi setelah kematian Mrs. Ota.

    Ada juga isu "dosa yang diwariskan". Hal ini dialami baik oleh Kikuji, juga oleh Fumiko. Seperti rasa bersalah Fumiko karena ibunya pernah menjadi simpanan ayah Kikuji dan membuat ibu kandung Kikuji menderita karenanya.

     
    "The guilt was Mother's and she died -- if we have to talk about guilt. But I don't think it was guilt. Only sorrow."

    Kikuji sat with bowed head.

    "If it was guilt," she continued, "it may never go away. But sorrow will."

    "When you talk about darkness, aren't you making your mother's death darker than you need to?"

    "I should have said the degree of sorrow."

    "The degree of sorrow."

    "Is the degree of love," he wanted to add; but he stopped himself.


    Dalam kasus Kikuji, tentu saja dia "ketiban dosa sang ayah" dalam bentuk kedua simpanannya dan dendam Chikako yang marah karena kemudian dibuang oleh ayah Kikuji.

    Secara keseluruhan novel ini sangat dalam dan membutuhkan waktu untuk dapat dipahami, tapi bukan berarti novel ini tidak dapat dinikmati secara biasa. Novel ini tetap enak dibaca dan maknanya tetap dapat tertangkap, walau mungkin hanya secara samar.

    Kekurangan novel ini menurut saya terletak pada ketipisannya. Tebalnya hanya 112 halaman, tidak dapat memberikan lebih banyak lagi penekanan pada ceritanya. Selain itu akhir ceritanya yang mirip akhir novel Sorekara-nya Natsume Soseki juga agak mengesalkan (iya, sengaja cuma menulis "petunjuk" akhir cerita).

    Buku ini untuk tantangan baca:
    - 2013 Books in English Reading Challenge
    - 2013 Serapium Reading Challenge
    - 2013 What An Animal Reading Challenge
    - 2013 Monthly Key Words Challenge


    View all my reviews

  2. 0 comments :

    Post a Comment